Sabtu, 27 Oktober 2012

Artikel Idul Adha

HARI RAYA IDUL ADHA 

Idul Adha kembali hadir di tengah-tengah kita. Idul Adha memiliki hikmah dan makna yang amat penting untuk ditangkap dalam perspektif ajaran agama yang substansial. Idul Adha merupakan ritual keagamaan yang sarat nuansa simbolik-metaforis yang perlu dimaknai secara kontekstual dalam pijakan nilai-nilai universal Islam.

Saat ini kita masih berada dalam rangkaian hari-hari Tasyrik. Pada hari ini kita masih berkesempatan menyembelih hewan kurban, mengumandangkan takbir, dan dilarang menjalankan shaum. Dengan kata lain, nuansa Idul Adha masih kental menyelimuti keseharian kita. Semoga, di balik itu semua, ada satu hal penting yang harus kita internalisasikan dalam diri. Yaitu, bagaimana nuansa Idul Adha yang hanya lima hari ini (9 sampai 13 Dzulhijjah) dapat kita manfaatkan dengan baik dan beribadah dengan khusyu.

Anjuran berqurban ini diawali ketika Nabi Ibrahim a.s diperintahkan Allah melalui isyarat mimpinya untuk menyembelih putra kesayangannya yaitu Ismail, sebagai bukti untuk menunjukkan bakti dan ketaatannya kepada Alla swt. peristiwa yang menuntut keikhlasan ini mampu memberikan pesan yang mendalam bagi kita mengenai makna idul adha. Betapa tidak, bertahun-tahun Ibrahim merindukan mempunyai seorang putra dari istrinya Siti Hajar.

Akhirnya Allah swt. pun berkenan mengabulkan doa Nabi Ibrahim a.s dengan memberikannya seorang anak, yang lantas kita kenal sebagai Ismail. Ibrahim pun sangat bersyukur dan berharap kelak anaknya tersebut akan menjadi penerusnya menyebarkan agama Allah swt. namun keimanannya diuji oleh Allah swt. Suatu ketika perintah melalui mimpinya yang seolah nyata untuknya menyembelih anaknya datang kepada Ibrahim. Tak syak lagi, Ibrahim berada dalam kondisi dilematis, antara menuruti perintah Tuhan yang berarti ia taat dan teguh mempertahankan keimanannya, dengan menyembelih anaknya tersebut.

Akhirnya, Ibrahim yang bersedia mengorbankan anaknya untuk disembelih diganti qurbannya dengan seekor qibas. Ismail tak jadi disembelih karena memang hakikat dari perintah Allah swt. tersebut hanya bentuk ujian akan keimanan seorang Ibrahim. Ia pun lulus dari ujian ketaatan tersebut. Dimana kisahnya diabadikan dalam Al-Quran surat As-Shaffat : 102-109.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar