Senin, 14 Januari 2013

Artikel Orang Miskin

APAKAH ORANG MISKIN TIDAK LAYAK UNTUK SEKOLAH !!!!!

          Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan yang tinggi jika dilihat dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya. Tingginya biaya pendidikan tidak sebanding dengan penghasilan rakyat, sehingga banyak rakyat yang kurang mampu tidak bias myekolahkan anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi. Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pada perguruan tinggi saja tetapi juga biaya pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

          Mahalnya biaya pendidikan sekarang ini dan banyaknya masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga tidak begitu memperhatikan pentingnya pendidikan bagi buah hatinya, sehingga anak tersebut hanya mendapat pendidikan sampai pada pendidikan dasar atau sampai pada sekolah menengah saja. Pada pemerintah saat ini sedang mencanangkan wajib belajar 12 tahun. Jika masalah ini tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah maka program ini mustahil akan terealisasi.

          Pemerintah sudah menyerukan di berbagai media massa bahwa sekolah gratis, tetapi kenyataannya dilapangan tidak demikian. Pemerintah menyatakan bahwa sekolah SD dan SMP gratis SPP. Tapi masih banyak pungutan-pungutan lain dari sekolah dengan dalih yang bermacam-macam seperti Infaq, Sodaqoh jariyah, sumbangan dan lain lain yang jumlah dan batas pembayarannya sudah ditentukan oleh pihak sekolah. Padahal seharusnya Infaq dan Jariyah itu adalah sumbangan yang jumlah dan batas pembayarannya tidak ditentukan oleh sekolah. Sebagai contoh ada sebuah Sekolah Negeri yang pada tahun ini uang pangkal lebih dari Rp.1 Juta dan didalamnya termasuk sumbangan/Jariyah yang sudah ditentukan jumlahnya tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu dengan wali murid. Bayangkan buruh tani atau tukang becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Akhirnya walaupun anaknya memiliki potensi dan prestasi yang cukup bagus tapi akhirnya harus gigit jari.

          Demikian halnya sekolah di perguruan tinggi tidak kalah mahalnya. Terutama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang telah berubah statusnya menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang akhirnya untuk pendanaan dibebankan sepenuhnya pada mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya semesteran. Sebagai contoh Universitas Indonesia (UI), beberapa tahun yang lalu uang pangkal hanya sekitar Rp. 2 juta. Kini uang pangkal yang dibebankan pada mahasiswa mencapai Rp. 25 Juta. Untuk ukuran orang kaya di Jakarta itu wajar, tetapi untuk orang kampung yang berpenghasilan rendah itu sangat berat. Ini disebabkan karena UI sudah menjadi BHMN atau BHP yang mana perguruan tinggi ini memerlukan biaya tambahan karena subsidi dari Negara sudah dikurangi. Bagaimana nasib anak orang miskin yang memiliki prestasi bagus? Bukankah mereka juga berhak mengenyam pendidikan tinggi. Apakah mereka hanya berhak mengenyam pendidikan sampai SMP atau SMA saja? Atau mereka hanya berhak sekolah dan kuliah di sekolah/kampus “pinggiran”. Apakah mereka tidak pantas untuk sekolah di sekolah unggulan ? lantas bagaimana amanat pembukaan UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau kini sudah berubah menjadi mencerdaskan kehidupan anak orang kaya saja. Orang miskin biar saja tetap miskin dan bodoh. Pada saat ini memang benar sekali apabila ada sebagian orang yang mengatakan bahwa orang miskin dilarang sekolah. Sekolah menjadi sesuatu yang ekslusif dan hanya untuk golongan tertentu saja. 

          Mudah-mudahan pemerintah akan terus meningkatkan mutu pendidikan di Negara ini seiring dengan dinaikkannya anggaran pendidikan. Sehingga pendidikan bermutu bukan hanya untuk anak orang kaya saja, tetapi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar